Seorang teman memiliki pengaruh yang sangat besar dalam kehidupan setiap insan. Baik buruknya orang-orang di sekitarnya akan sangat berpengaruh pada baik buruk dirinya dalam beragama.
Oleh karena itu, Rasulullah ﷺ memerintah seorang pria yang sedang mencari pasangan hidup untuk menjadikan agama sebagai tolok ukur utama dalam memilih. Beliau ﷺ berkata:
“تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ: لِمَالِهَا، وَلِحَسَبِهَا، وَجَمَالِهَا، وَلِدِينِهَا، فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ، تَرِبَتْ يَدَاكَ”
“Wanita dinikahi dengan sebab empat hal: harta, keturunan, kecantikan, dan agamanya. Utamakanlah agamanya, jika tidak engkau akan merugi.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
An-Nawawi rahimahullah berkata, “Hadits ini menunjukkan anjuran untuk bergaul dengan orang-orang yang baik agamanya dalam segala urusan. Sebab, seorang yang berteman dengan mereka akan mendapatkan faedah dari akhlak, berkah, dan bagusnya jalan mereka, serta akan aman dari kerusakan dari mereka.” (Syarah Shahih Muslim)
Demikian juga dalam memilih teman. Rasulullah ﷺ menganjurkan untuk memilih teman yang saleh. Beliau ﷺ berkata:
“مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ كَمَثَلِ صَاحِبِ الْمِسْكِ، وَكِيرِ الْحَدَّادِ”
“Permisalan teman yang baik dan teman yang jelek adalah seperti penjual minyak misik dan pandai besi. Pembawa minyak wangi bisa jadi engkau diberi olehnya, membeli darinya, atau paling tidak engkau memeroleh bau wangi darinya. Adapun pandai besi, bisa jadi akan membakar pakaianmu, atau engkau mendapatkan bau yang busuk.” (HR. Muslim)
An-Nawawi rahimahullah berkata, “Dalam hadits ini ada keutamaan bermajelis dengan orang-orang saleh, orang-orang baik yang menjaga muru’ah, berakhlak mulia, berilmu, wara’, dan beradab. Hadits ini juga menunjukkan larangan bermajelis dengan orang yang buruk perangainya, ahlul bid’ah, orang yang mengghibahi orang lain, orang fajir, dan berperangai tercela lainnya.” (Syarah Shahih Muslim)
Dalam hadits lain, beliau menerangkan pentingnya memiliki orang-orang dekat yang baik, dan bahayanya memiliki teman dekat yang jelek,
“الْمَرْءُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ”
“(Agama) seseorang itu tergantung agama temannya. Hendaknya seseorang memerhatikan siapa saja yang menjadi temannya.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, at-Tirmidzi, dinyatakan hasan oleh asy-Syaikh al-Albani dalam ash-Shahihah)
Al-Imam al-Khaththabi (319–388 H) berkata, “Janganlah bergaul kecuali dengan seorang yang engkau ridhai agama dan amanahnya. Sebab, saat engkau berteman dengannya, dia akan menggiringmu kepada agama dan mazhabnya.”
Jika membaca atsar salaf, kita akan dapati mereka sangat mementingkan hal ini. Mereka dapat menilai seseorang di antaranya adalah perkataan yang datang dari sahabat Rasulullah ﷺ, Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu. “Perhatikanlah seseorang dengan temannya. Sebab, seorang muslim akan mengikuti muslim (lainnya), seorang fajir akan mengikuti orang fajir (lainnya).”
Qatadah berkata, “Demi Allah, kami tidak melihat seseorang bergaul kecuali bersama dengan yang semisal dan sejenis dengannya. Hendaknya kalian bersama hamba-hamba Allah yang saleh agar kalian bersama mereka atau menjadi seperti mereka.”
Ibnu Qudamah menerangkan kriteria orang yang pantas dijadikan sebagai teman dekat, “Ketahullah, tidak semua orang bagus untuk dijadikan teman…. Kesimpulannya, orang yang kamu pilih untuk menjadi teman hendaknya memenuhi lima sifat berikut:
1. bijak,
2. berakhlak baik,
3. bukan orang yang fasik,
4. bukan ahlul bid’ah, dan
5. bukan orang yang rakus terhadap dunia.”
Akal adalah modal utama yang harus ada pada diri seorang teman. Tidak ada manfaatnya seseorang berteman dengan orang yang bodoh, bisa jadi dia menginginkan kebaikan baginya, ternyata hal tersebut justru bermudarat baginya.
Yang dimaksud berakal adalah dia bisa memahami sesuatu seperti adanya, bisa paham dengan sendirinya, atau dipahamkan oleh orang lain.
Adapun akhlak yang baik adalah satu kemestian yang ada pada orang yang dipilih sebagai teman. Betapa banyak orang yang berakal tersalah oleh amarah dan syahwatnya. Tidak ada kebaikan berteman dengan orang yang seperti itu.
Adapun orang fasik, dia tidak takut kepada Allah ﷻ. Seseorang yang tidak takut kepada Allah ﷻ sulit untuk bisa dipercaya dan tidak aman dari pengkhianatannya.
Adapun ahlul bid’ah, sangat dikhawatirkan menularkan kebidahannya.” (Mukhtashar Minhajul Qashidin)
Abu Hatim al-Busti berkata, “Seorang yang berakal akan senantiasa berteman dengan orang-orang pilihan dan akan memisahkan diri dari orang-orang jelek. Sebab, kecintaan orang-orang baik itu cepat bersambung dan lambat terputusnya. Adapun kecintaan orang-orang jelek, lambat tersambung dan cepat terputus. Berteman dengan orang-orang jelek akan menyebabkan buruk sangka kepada orang baik. Barang siapa berteman dengan orang jelek, dia tidak akan selamat keluar dari kelompok orang yang jelek.” (Raudhatul Uqala)
Tentang hal ini, seseorang yang berakal wajib berpikir tentang (keadaan) teman-temannya.
“Jika mereka adalah teman-teman yang jelek, dia harus berpisah dari mereka, karena (penyakit) mereka lebih menular daripada kusta.
“Jika mereka adalah teman-teman yang baik, memerintahnya dengan hal yang ma’ruf, melarangnya berbuat kemungkaran, membukakan pintu-pintu kebaikan untuknya, hendaknya dia terus berteman dengan mereka.” (al-Qaulul Mufid Syarah Kitab at-Tauhid)
Asy-Syaikh Rabi’ hafizhahullah berkata, “Wahai saudara-saudara, kalian wajib duduk bermajelis dengan orang saleh, bertakwa, wara’, zuhud, dan menghormati sunah.” (14/348)
Asy-Syaikh Muhammad bin Hadi hafizhahullah berkata, “Wahai muslim, engkau wajib hanya berteman dengan orang yang engkau ridhai agama dan amanahnya. Persahabatan tersebut akan mendatangkan manfaat bagi urusan dunia dan akhiratmu.” (www.ajurry.com/vb/showthread.php?t=42051)
Demikianlah tuntunan yang ada dalam agama kita. Seseorang harus selektif memilih teman. Jika tidak diindahkan, dia akan merasakan penyesalan di dunia dan akhirat.
Dalam al-Qur’an, Allah ﷻ menerangkan penyesalan seseorang yang salah memiliki teman.
“Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zalim menggigit dua tangannya, seraya berkata, ‘Aduhai kiranya (dahulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rasul. Kecelakaan besarlah bagiku, kiranya aku (dahulu) tidak menjadikan si fulan itu teman akrab(ku). Sesungguhnya dia telah menyesatkanku dari al-Qur’an ketika al-Qur’an itu telah datang kepadaku.’ Dan adalah setan itu tidak mau menolong manusia.” (al-Furqan: 27–29)
Asy-Syaikh asy-Syinqithi rahimahullah berkata, “Ayat ini menunjukkan bahwa teman yang jelek itu menyebabkan temannya masuk neraka. Peringatan untuk berpisah dari teman yang jelek adalah sesuatu yang diketahui bersama.
Dalam surah ash-Shaffat, seorang penduduk surga bersumpah dengan nama Allah ﷻ bahwa temannya hampir saja membinasakannya dan menjerumuskannya ke dalam neraka Jahanam. Akan tetapi, dengan kelembutan dan rahmat-Nya, Allah ﷻ pun memberi nikmat kepada orang ini, yaitu menyelamatkannya dari neraka….” (Adhwa’ al-Bayan)
Maka dari itu, segera teliti siapa teman kita. Jangan sampai kita menyesal karena tidak mengindahkan tuntunan agama ini.
Pembaca yang budiman...
Kewajiban memiliki teman tidaklah sebatas teman pergaulan yang bertemu di satu tempat tertentu atau lingkungan tertentu. Keharusan memiliki teman juga berlaku ketika memiliki teman di media sosial yang ada sekarang ini. Sebab, betapa banyak orang terjerumus ke dalam kesesatan karena salah berteman di media sosial.
Kita mendengar bagaimana pengusung kebatilan semisal ISIS melakukan propaganda dan rekrutmen melalui media sosial.
Betapa banyak generasi muda kita terjerumus jaringan LGBT karena pertemanan yang mereka lakukan di media sosial.
Mudah-mudahan Allah ﷻ memberikan taufik kepada kita untuk senantiasa memiliki teman-teman yang baik, orang-orang dekat yang senantiasa membantu kita taat kepada Allah ﷻ.
“(Agama) seseorang itu tergantung agama temannya. Hendaknya seseorang memerhatikan siapa saja yang menjadi temannya.”
Al-Ustadz Abdur Rahman Mubarak hafizhahullah
Disadur dari Majalah Asy-Syari'ah, Vol. XII/No. 99/1441 H/2020 M, hlm. 7-10, dengan penyesuaian seperlunya.